MEREKA-REKA PELAKU PELEDAKAN BOM MARRIOTT-RITZ CARLTON

Siapa pelaku peledakan bom di Hotel J.W. Marriott dan Ritz Carlton, Megateroris Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jum’at pagi (17/7)? Entahlah. Saya tidak tahu karena saya memang tidak terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam peristiwa yang menggegerkan itu. Meski saya tidak tahu, tapi saya akan berusaha mereka-reka demi mengetahui siapa pelaku bom itu sebenarnya. Memang bisa? Kita coba saja.

Begini….Kalau kita penganut pendekatan paham legal-formal, maka kita harus mengetahui pelaku bom itu dari sumber resmi negara, yakni pihak pemerintah, dalam hal ini kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN), atau militer. Apa-apa yang disampaikan pemerintah mesti kita terima sebagai kebenaran tunggal yang tidak dapat disanggah oleh siapapun, kecuali oleh pihak yang merasa memiliki informasi yang lain dan valid.

Sulitnya, kita akan lama memperoleh informasi tentang pelaku karena penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan memerlukan waktu berbulan, bahkan bertahun-tahun. Iya kalau berhasil, kalau gagal, bagaimana? Kalau gagal atau meleset berarti kita akan terbawa mereka kepada keyakinan yang keliru. Apalagi logika penyelidikan dan penyidikan menjadi wewenang mereka dan tidak hendak dikonsumsi buat publik.

Kemudian, jika kita percaya dan yakin terhadap pendekatan magic-supranaturalis, maka kita dapat bertanya kepada orang-orang semacam, Ki Joko Bodo, Mama Laurent, Ki Gendeng Pamungkas, atau si mentalis Deddy Corbuzier dan Romy Rafael yang ahli hipnotis itu. Hanya dalam jangkauan detik atau menit, mereka pasti sudah dapat mengetahui siapa pelaku peledakan bom itu.

Jangan bertanya perihal logika yang masuk akal karena pendekatan magic-supranaturalis jauh dari rasionalitas. Jangan juga bertanya bagaimana cara mereka bekerja kok mampu mengetahui para pelakunya dengan cepat dan -mungkin- tepat. Kuncinya kalau kita percaya, ya sudah terima saja. Kalau tidak percaya, ya tidak apa-apa. Ramalan Dedy Corbuzier terhadap pemenang Pilpres 2009 yang berlangsung hanya satu putaran adalah bukti. Intinya, kalau meramal masa depan saja mampu, apalagi menerka peristiwa di belakang.

Terakhir, bila kita percaya kepada pendekatan akademik, kita dapat bertanya kepada para pengamat yang mendalami berbagai persoalan politik, militer, atau pertahanan dan keamanan. Nah, karena saya merasa cocok dengan pendekatan akademis yang logis dan rasional, maka saya yakin dengan pendekatan ini meskipun pendekatan akademik lebih banyak bertumpu kepada teori dan asumsi.

Bom Marriott-Ritz Carlton

Bom Marriott-Ritz Carlton

Salah satu pengamat militer yang akhir-akhir ini saya perhatikan suaranya berkaitan dengan kasus bom Marriot-Ritz Carlton adalah Andi Wijayanto. Analisis staf pengajar di FISIP UI itu terlihat dingin, jernih, dan kerap menyentak kesadaran publik, meski dibanding pengamat militer lain, seperti Kusnanto Anggoro (CSIS), Jaleswari Pramodhawardani (LIPI), atau Salim Said, niscaya Andi Wijayanto yang paling yunior.

Kata Andi Wijayanto, -paling tidak- ada empat kelompok yang patut “dicurigai” terlibat dalam pengeboman itu. Pertama, adalah drakula, yakni kelompok yang terlibat dalam berbagai kejahatan pembunuhan atau penculikan di masa lalu, tapi hingga sekarang belum berhasil ditangkap oleh pihak aparat. Kedua, kelompok yang berkeinginan untuk menggagalkan pelaksanaan Pilpres 2009 di Indonesia dengan menduduki Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga hasil Pilpres akan kacau balau.

Dua asumsi di atas sengaja disodorkan Andi Wijayanto sebagai bagian dari “kecurigaan” Presiden SBY terhadap keterkaitan bom itu dengan pemilu presiden. Namun, dua asumsi ini harus disisihkan karena pada kenyataannya memang tidak terbukti sama sekali hingga akhirnya Presiden SBY harus “membela diri” dengan menyalahkan media telah memelintir pernyataannya.

Lalu, siapa dua kelompok yang lain itu?

Dua kelompok yang lain itu adalah ketiga, para teroris yang memanggul bendera jihad Islam seperti yang ramai diberitakan selama ini, yakni kelompok Jamaah Islamiyah (JI) dengan dedengkotnya, Noordin M. Top. Mereka adalah para teroris yang menjadi bagian dari teroris global di bawah pimpinan Osama bin Laden. Upaya kekerasan yang mereka lakukan tak lebih dari upaya menghancurkan segala hal yang berbau “Barat” karena dalam pandangan mereka, Baratlah yang selama ini menjadi ancaman umat Islam.

Keempat, agen asing. Agen asing? Ya, agen asing! Agen asing adalah pribadi, kelompok, golongan masyarakat, lembaga asing, atau bahkan perusahaan asing yang memiliki kepentingan atas segala hal yang terjadi di Indonesia. Mungkinkah agen asing bermain? Sangat mungkin! Kalau kita membaca buku John Perkins yang berjudul “Confessions of an Economic Hit Man”, kita menjadi paham menyaksikan para bandit ekonomi negara Barat merusak ekonomi bangsa Indonesia sejak akhir Orde Lama hingga Orde Baru.

Nah, yang paling membuat bulu kuduk kita berdiri adalah bila kelompok pertama hingga keempat itu saling melakukan kerja sama demi keuntungan masing-masing sehingga menghasilkan daya dobrak yang lebih menyeramkan. Setiap kelompok akan memperoleh keuntungan dari bom yang meledak itu. Siapa mereka itu? Mereka adalah super teroris. Ngerikan?! * * *

5 Responses

  1. Setuju. Ladang dakwah memang tidak selalu sama, maka kenapa kita menyamakan metode dakwah jika memang hal itu tidak sama.

  2. bung sigit, saya setuju dengan pendapat anda
    memang kelompok ketiga saat ini yang beraksi
    cobalah sekali kali objektif

    terimakasih

  3. …makin tidak simpatik saya dengan agama ini…

  4. orang yang paling salah adalah orang yang merasa dirinya paling benar. Perbuatan baik pasti memberikan manfaat bagi manusia dan seluruh penghuni alam, perbuatan tidak baik pasti hanya akan mementingkan kepentingan dan keuntungan diri sendiri dan kelompoknya, walaupun berusaha diceritakan kembali dengan bentuk pembelaan dan pembenaran apapun.

Leave a reply to tetangga baasyir Cancel reply